Jumat, 11 September 2009

Dolanan sambil belajar


-->Masih ingatkah anda dengan permainan tradisional yang biasa kita lakukan saat usia kita masih kecil dulu? Sebut saja patil lele, bentengan, engkle, gobaksodor, dakonan, loncat tinggi, egrang, perang-perangan di dalam pasar tradisonal dan di kebun dengan amunisi pisang muda yang masih pentil atau permainan jadul sejenis lainnya. Bila kita review kembali kemasa lalu, jenis permainan tradisional tentu tak terhitung jumlahnya. Apabila kita tilik daerah asalnya maka kita ketemukan beragam permainan berdasalkan asal daerah di Nusantara ini. Tentunya anda hafal dan tersenyum karena terngiang keriangan memori masa lalu ketika masih memakai celana pendek serta apabila kita sudah pulang ke rumah selalu dengan bau peluh & pakaian yang dekil.

Bila dibandingkan dengan permainan anak sekarang yang cenderung kurang mendidik, tentu saja dolanan tradisional jauh lebih banyak mengandung nilai-nilai pendidikan dan sosial. Dolanan tradisional memiliki niali tinggi meliputi psikologi dan sosial yang berdampak pada meningkatnya kecerdasan serta perkembangan fisik. Anak-anak dituntut untuk selalu aktif secara motorik (fisik) dan non-motorik (kreatifitas otak). Dolanan tradisional sangat berkaiatan dengan ketangkasan, sportivitas, kejujuran (fair play), kebersamaan hingga kecermatan dan kecedersan otak. Dengan demikian, melalui permainan tradisional anak-anak akan terlatih untuk bersikap gentle, jujur, serta mau mengakui kekalahan dan kesalahan mereka.

Lalu bagaimanakah dengan permainan anak-anak zaman sekarang. Permainan anak jaman sekarang cenderung instant dalam hal alat permainan bila dibandingkan dengan permainan jadul yang merangsng kreatifitas otak. Namun seiring perkembangan zaman dan teknologi, dolanan-dolanan tradisional mulai dilupakan dan ditinggalkan. Semua permainan sekarang berganti menjadi permaian moderen seperti playstation, gameonline serta sejenisnya cenderung membuat anak individual. Anak cenderung mementingkan dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan orang lain, akhirnya anak tidak dapat bersosialisi di lingkungannya.

Hal diatas diperparah lagi dengan sikap orang tua yang kurang bisa mendidik anaknya dalam bersosialisasi. Buktinya orang tua enggan untuk membuka pintu rumahnya untuk mempersilahkan anaknya dan teman sebayanya bermain di halaman ataupun di dalam rumah. Padahal alasanya hanya sepele karena rumahnya takut kotor. Seharusnya orang tua berperan mengajari anaknya dengan kegiatan positif yang sifatnya membangun karakter anak untuk cerdas dan tangkas
.

Dalam hal permainan, Islam pun mengakui fitrah dan insting manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah. Dalam hal ini Islam tidak mengharuskan manusia supaya dalam percakapanya berupa dzikir, diamnya itu berarti berfikir, selueuh pendengarannya hanya kepada bacaan Al-Qur’an dan seluruh waktu senggangnya harus berdiam diri di masjid. Manusia sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa dan bermain-main. Sebagai mana mereka dicipta suka makan dan minum.

Rasullullah SAW sendiri mensyariatkan permainan atau dolanan akan memberikan rasa gembira dan hiburan bagi manusia. Beberapa permainan dan seni hiburan yang disyariatkan antara lain perlombaan lari cepat, sesuai dengan hadits: Aisya ra mengatakan, “Rasullullah saw. Bertanding dengan saya dan saya menang kemudian saya berhenti, hingga ketika badan saya menjadi gemuk, Rasullullah saw. Bertanding lagi dengan saya dan beliau menang, kemudian bersabda, “Kemenangan ini untuk kemenangan (dulu) itu” (HR. Ahmad dan Abu Daud). Lalu perlombaan gulat, memanah, main anggar dan berkuda. Dan berkatalah Umar bin khathab ra. “ajarilah anak-anakmu berenang dan memanah dan perintahlah mereka supaya melompat di atas punggung kuda”. Ibnu Umar ra meriwayatkan “Sesungguhnya Rasullullah saw. pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemenangnya” (HR. Ahmad dan Abu Daud)


Ahli-ahli fiqih ber-istimbat hokum tentang dibenarkanya pertandingan lari cepat, baik dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki, antara laki-laki dengan perempuan yang mahramnya. Dari hadist diatas itu pula ulama fiqih berpendapat bahwa pertandingan lari cepat, gulat dan sebagainya tidak menghilangkan kekhusyukan, kehormatan, pengetahuan, keutamaan dan lajutnya umur. Sebab Rasullullah saw. sendiri waktu bergulat dengan Aisyah ra. sudah berumur 50tahun.

Mungkin beberapa pesan Rasullullah saw. ini perlu kita cermati. “Ajarkanlah anak-anak kalian berenang dan memanah” (Sunan Baihaqi). Juga sabda beliau “Bukanlah termasuk permainan (yang terpuji) kecuali tiga macam: orang yang melatih kudanya, bercumbu rayu dengan istrinya, dan melatih memanah atau melempar tombak. Karena itu semua kebenaran” (HR.Abu Daud dan Tirmidzi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...